AGAMA CINTA ; ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN



Saya pernah di tanya tentang agamanya Allah itu apa? Saya jawab tentunya Allah itu enggak punya KTP dan enggak terdaftar di disdukcapil. Ya jangan di tanya agamanya apa.

Yang kemudian seolah-olah Allah itu hanya Tuhannya orang Islam. Itu cara orang islam menghancurkan dirinya sendiri itu ya begitu. Jadi benar kata Rasulullah orang islam itu hancurnya dari dalam. Kenapa? Karena mengkerdilkan dirinya, Tuhannya dan Rasulnya. Mereka pikir Allah itu Tuhannya Islam doang? Enggak! Allah itu Rabbul 'Alamain, Tuhan semesta raya dan seisinya. Mereka pikir Muhammad itu nabinya orang Islam? Bukan! Muhammad itu Nabiyullah dan Rasulullah. Nabinya Allah dan Rasulnya Allah. Jangan dikerdilkan. Kalau Allah itu Rabbul 'Alamin, Muhammad itu Rahmatan lil 'Alamin. Jadi wilayah tugasnya tidak hanya di bumi. Tapi di seluruh alam semesta. Jangan di kotak-kotakan.

Saya juga berpikir keras kenapa ketika orang membaca syahadat secara automatis masuk islam? Saya sangat bingung, kenapa? Karena bagi saya syahadat itu seperti prodak hukum. Dan prodak hukum berdasarkan teks yang berdasarkan redaksionalnya seperti apa. Sedangkan syahadat hanya menegaskan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah. Dari redaksi tersebut yang paling penting adalah tidak ada redaksi tentang masuk Islamnya di syahadat itu. Artinya apa? Artinya syahadat itu berlaku untuk semua. Kecuali mohon maaf, untuk di tambahkan redaksi di kalimat ketiga, dan aku bersaksi bahwa siapapun yang bersyahadat maka masuk Islam. Kalau begitu dasar hukumnya ada. Kalau enggak ada ya jangan di cari-cari.  Lagi pula dalam redaksi syahadat disitu Rasulullah, bukan Nabiyullah. Tentunya beda antara Nabi dan Rasul. Bahkan, bukan pula nabinya Islam. Sehingga bagi saya benar-benar bahwa Islam itu menjadi Rahmatan lil 'alamin. Menjadi milik kita semua. Itu seharusnya. Tapi memang islam itu di rusak dan di goyang oleh orang-orang islam itu sendiri. Bagaimana cara merusaknya? Pertama merasa paling benar, padahal merasa paling benar itu awal dari segala kesalahan. Dan merasa benar sendiri adalah kesalahan selanjutnya.  

Membenarkan itu bukan dengan cara menyalahkan. Tetapu membenarkan itu dengan cara membenarkan. Dan kebenaran itu tidak membutuhkan bukti. Seorang sufi pernah mengatakan bahwa kebenaran yang membutuhkan bukti itu baru separuh kebenaran. Kenapa? Karena hanya kesalahan yang membutuhkan bukti. Sehingga di pengadilan itu mencari kesalahan, keliru kalau kita mencari kebenaran. Coba di lihat putusannya, terbukti bersalah bukan terbukti benar.

Sepertihalnya cinta. Cinta itu tidak perlu di buktikan, akab tetapi cinta perlu di uji. Pengujian itu bukan tentang benar dan salah, pengujian itu tentang kadar. Dan segala sesuatu sudah ada kadarnya kata Allah. Kalau cinta di buktikan, sejak kapan cinta itu kesalahan? 

Kalau kekasihmu diminta maka kasihkan. Kita ini hanya property Allah. Kita itu miliknya Allah. Property kok punya rasa memiliki itu gimana? Enggak ada rumusnya dan enggak masuk akal. Property itu dimiliki. Siapa yang memiliki? Tentunya Allah. Karna Allah yang Maha Memiliki.

Kalau kita paham kita itu hanya property, dan kita paham bahwa kita itu dimiliki dan kita paham bahwa kita itu milik Allah, kita tidak akan merasa kehilangan. Karena yang merasa kehilangan itu adalah orang yang merasa memiliki. Kalau tidak punya rasa memiliki tidak akan punya rasa kehilangan. 

Kalau waktunya harjs hilang, saya memahaminya bahwa masa tugasnya sudah habis. Atau sudah pensiun. Sudah selesai tugasnya mendampingi saya. Mungkian menjadi rezeki bagi orang lain. Karena segala sesuatu sudah diatur oleh Allah. Qadho dan Qhadarnya itu sudah ada. 

Qhada itu sesuatu yang belum terjadi, dan Qhadar itu sesuatu yang sudah terjadi. Kalau di gabungkan disebut Takdir. Takdir itu tidak bisa dirubah katanya, dan itu betul. Siapa yang bisa mengubah sesuatu yang belum terjadi? Lah seuatu belum terjadi kok bisa di ubah? Siapa yang bisa mengubah sesuatu yang sudah terjadi? Lah sudah terjadi ya enggak bisa di rubah. 

Tapi katanya Innallaha yaghairumma bikaumin hatta, yabighariruma biangfusihim? Allah tidak akan mengubah suatu nasib kaum jika kaum itu tidak ingin merubahnya? Lalu kemudian apa bedanya nasib dengan takdir? Perjumpaan itu takdir, dan perpisahan itu nasib. Saling mencintai itu takdir, dan menikah ataupun enggak menikah itu nasib. Kemudian bagaimana mengubah nasib? Kata Allah kan kecuali kaum itu yang ingin mengubahnya.

Diantara ciptaan-ciptaan Allah, diantara segala mahluk ada yang tidak berpasangan. Ada kanan dan kiri, depan dan belakang, atas dan bawah, baik dan buruk, siang dan malam, laki-laki dan perempuan. Tapi ada yang tidak berpasangan, yaitu jomblo. Karena jomblo itu sendirian dan tidak berpasangan (hehehe). Maksud saya bukan jomblo, tapi sekarang. Karena sekarang itu tidak berpasangan. Ada nanti dan tadi, ada kemarin dan besok, ada siang dan malam, ada pagi dan petang.  Tapi kalau sekarang itu enggak ada pasangannya. 

Dan jika kita bisa mempertemukan antara sendiri dan sekarang kita bisa mengubah nasib itu. Sesuai dengan rumus yang tadi bahwa Tuhan tidak bisa mengubah suatu nasib kaum jika kaum itu tidak bisa merubahnya. Sekarangmu harus kamu rubah. Siapa yang mengubah? Ya kamu sendiri.

Persoalannya, sekarang itu datangnya cepat sekali dan tidak ada pengulangan. Kalau yang nanti masih jauh, kalau yang tadi sudah lewat. Enggak bisa di rubah. Tapi kalau yang sekarang masih bisa di ubah. Hanya saja yang sekarang itu datangnya cepat sekali. Meleset sedikit sudah menjadi tadi. 

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Yang bisa kita lakukan adalah one's is a life time. Sekali seumur hidup. Kita menghadapi sekarang kita dengan melakukan hal yang terbaik. Maka hal yang akan terjadi adalah hal yang terbaik. Apaun yang kita alami dan kita terima dari Allah. Karena yang namanya suratan sudah jelas tidak bisa di apa-apakan itu ketetapan Allah di lauhul mahfudz sudah tercatat. Tapi bagaimana kita menerima itu dengan cara yang terbaik? Caramu berterima kasih adalah caramu menunjukan menerima kasih. Ya emang udah enggak bisa di rubah. Kalau emang jatahnya harus tabrakan ya tabrakan, Jatahnya harus naik kelas ya naik kelas, jatahnya mau di pecat ya di pecat, tapi bisa kita terima dengan baik. Sehingga kata W.S Rendra, penderitaan dan kebahagiaan itu sama saja. Kata Budaka Utama, senang dan sedih itu sama saja. Tentang bagaimana bersyukur.

Bersyukur ini seperti memijit tombol. Anggaplah seluruh manusia itu rumah. Sudah memiliki kelengkapan yang sama yaitu sama-sama di beri lampu sama Allah. Tapi kenapa rumah si A ini terang benderang, rumah si B gelap gulita? Padahal sama-sama ada lampunya? Apa masalahnya? Masalahnya si A memijit saklar lampu dan menyala, si B punya lampu tapi tidak memijit saklar. Tetap gelap gulita.

Yang nyala tadi, yang terang menderang akan makmur. Baldatun toyyibatun warabbun ghofur. Yang gelap, penuh dengan tanda tanya, misteri dan lain sebagainya. Jadi seperti meminit tombol. Dan tombol yang paling ampuh itu  afdolu do'a alhamdulillahirabbil 'alamin. Sebaik-baiknya doa adalah berikrar mengucapakan segala puji bagi Allah mengatur alam semesta. Rumus berikutnya berlaku, la insyakartum la adzidanakum wala ingkafartum inna adzabi lasyadid. Barang siapa yang bersyukur di tambah nikmatnya, barang siapa kufur nikmatnya di ambil dan di ubah musibah. 

Maka dengan demikian, kita akan paham bahwa segala sesuatu pemberian Allah pasti yang terbaik. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain selain bersyukur kepada Allah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERIUS PEMILU MAU DI TUNDA?

MENJEMPUT TUGAS MANUSIA ; HAMBA & KHALIFAH

KESETARAAN GENDER & KELEMBAGAAN KOPRI