KESETARAAN GENDER & KELEMBAGAAN KOPRI



Pengertian Gender

Kata gender berasal dari Bahasa Inggris “gender” yang berarti jenis kelamin. HT Wilson dalam sex dan gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. sedangkan menurut Elaine Showalter mengartikan gender dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya.

Antara gender dan sex jelas berbeda pengertiannya. Jika gender secara umum digunakan untuk menidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial dan budaya yang berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek non biologis lainnya. Sementara sex digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi meliputi perbedaan komposisi hormon dan kimia dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya.

Studi gender lebih menekankan perkembangan pada konstruk tentang maskulinitas dan feminitas yang dilegitimisi sedemikian rupa oleh masyarakat tentang tubuh dan keberadaan laki-laki dan perempuan. Berbeda dengan studi seks yang lebih menekankan pada aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki dan perempuan.

Dahulu belum banyak orang yang tertarik untuk membedakan antara seks dan jender, karena persepsi yang berkembang di dalam masyarakat menganggap perbedaan gender adalah sebagai akibat dari perbedaan seks. Tentang kenyataan bahwa adanya perbedaan anatomi antara laki-laki dan perempuan jelas tidak menimbulkan perdebatan. Akan tetapi dari sinilah pada akhirnya membuat polemik baru yang berefek pada perilaku manusia. Bahkan muncul sejumlah teori sebagaimana yang membahas seks yang berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing. Semisal yang berjenis laki-laki diketahui dengan sifatnya yang tidak emosional, tidak mudah terpengaruh, logis, lebih menyukai pelajaran eksakta, jarang menangis dan lainnya. Sedangkan perempuan diketahui lebih emosional, kurang logis, pasif, lebih sering menanggis, orientasi di rumah dan lainnya.

Kalangan feminis dan ilmuan Marxis menolak mentah anggapan-anggapan di atas yang menyebutnya hanya sebagai bentuk stereotip gender. Mereka membantah adanya skematisasi perilaku manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan peran gender bukan karena kodrat atau faktor biologis, akan tetapi karena faktor budaya. Di samping itu juga ada pengaruh Bahasa, suasana keluarga, kehidupan ekonomi, dan suasana sosial politik.

Perspektif Teori Gender

Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang dan persamaan peran gender, sebagai berikut:

Teori Psikoanalisa/Identifikasi, pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud. Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas yang dibagi dalam tigas struktur yakni id, ego, dan superego. Id  sebagai pembawaan sifat-sifat fisik biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif. Id bagaikan sumber kesenangan yang bekerja di luar sistem rasional dan senantiasa memberikan dorongan untuk mencari kesenangan dan kepuasan biologis. Ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id  yang berusaha mengatur hubungan antara keinginan subjektif individu dan tuntutan objektif realitas sosial. Dan superego sebagai aspek moral dalam kepribadian yang berusaha mewujudkan kesempurnaan hidup lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan.

Individu yang normal menurut Freudm ialah ketika ketiga struktur tersebut bekerja secara proporsional. Jika salah satu di antaranya lebih dominan, maka pribadi yang bersangkutan akan mengalami masalah. Jika id lebih dominan maka seseorang akan cenderung hedonistis, dan jika superego lebih menonjol maka yang bersangkutan akan mengalami kesulitan berkembang karena takut. 

Kepribadian seseorang terpengaruh oleh salah satu di antara apa yang disebut Freud dengan 5 tahap psikoseksual. Pertama tahap kesenangan pada mulut/oral yang terjadi sepanjang satu tahun pertama. Tahap kesenangan pada dubur/anal memperoleh kesenangan ketika mengeluarkan kotoran. Tahap identifikasi jenis kelamin/phallic yakni kesenangan erotis dari penis bagi laki-laki dan clitoris dari vagina bagi perempuan. Tahap kecenderungan erotis ditekan sampai pada masa pubertas/remaja/talen. Dan terakhir tahap puncak kesenangan pada daerah kemaluan/genital.

Teori Fungsionalis Strukturalis, yang berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam masyarakat.

Harmoni dan stabilitas dalam suatu masyarakat, menurut teori ini sangat ditentukan oleh efektifitas consensus nilai-nilai. Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan/equilibrium dalam masyarakat. Meskipun konflik dan masalah sewaktu-waktu bisa muncul, tetap dalam batas wajar, dan bukan merupakan ancaman yang bakal merusak sistem sosial atau menurut istilah Talcott Parsons dan Robert Bales, hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih merupakan pelestarian keharmonisan daripada bentuk persaingan.

Teori Konflik, yang seringkali diidentikkan dengan teori Marx karena begitu kuat pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan di dalam suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan peran utama di dalamnya.

Menurut Marxisme, dalam kapitalisme, penindasan perempuan diperlukan karena mendatangkan keuntungan. Pertama eksploitasi perempuan di dalam rumah tangga akan membuat buruh laki-laki lebih produktif. Kedua, perempuan juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga memungkinkan harga tenaga kerja lebih murah dan menguntungkan kapitalisme. Dan ketiga, masuknya buruh perempuan sebagai buruh dengan upah lebih rendah menciptakan buruh cadangan.

Sejarah Kelembagaan KOPRI

Korps PMII Putri (KOPRI) merupakan wadah pemberdayaan perempuan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi kader dan mengawal isu-isu perempuan. Bermula berdiri pada Kongres ke-III PMII pada tgl 7-11 Februari 1967 di Malang, Jawa Timur bernama Departemen Keputrian dengan berkedudukan di Jawa Timur dan lahir bersama Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) ke-II PMII di semarang Jawa Tengah 25 September 1967. Musyawarah Nasional (MUNAS) KOPRI pada Kongres ke-IV PMII di Makasar 25-31 April 1970 KOPRI mengalami keputusan yang pahit ketika status KOPRI di bubarkan melalui voting pada Kongres VII Medan pada saat itu kader perempuan mengalami stagnansi yang tidak menentu, oleh karena itu perlunya wadah kembali bagi kader perempuan pada Kongres ke-XIII di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur 16-21 April 2003 dan terbentuklan POKJA perempuan. Lahirlah kembali KOPRI di Jakarta 20 September 2003. 

Selanjutnya, pada Kongres Bogor 26-31 Mei 2005 mempertegas adanya KOPRI kembali dan bersifat otonom. Selanjutnya, keberadaan KOPRI pada Kongres Batam 9-17 Maret 2008 bersifat semi otonom. Dinamika perjalanan yang panjang dari setiap hasil Kongres sampai dengan saat ini Kongres ke-XVII pada tanggal 9-17 Maret 2011 di banjar baru Kalimantan selatan, dengan terpilihnya Sahabati Irma Muthoharoh sebagai Ketua Umum KOPRI PB PMII. PMII periode 2011-2013, yang dipilih langsung dari semua cabang KOPRI Se-Nusantara, pada Kongres 38 XVIII pada tanggal 1-3 Juli 2014 Di Jambi, dengan terpilihnya Sahabati Ai Rahmawati.

Pengkaderan KOPRI

Selain pengkaderan formal (MAPABA, PKD, PKL, PKN) ada pula pengkaderan non formal artinya pengkaderan yang juga wajib diikuti oleh kader KOPRI untuk mengasah kemampuan skill/individunya, pengkaderan ini yang menjadi acuan dalam barometer pengkaderan. Setelah pengkaderan formal selesai maka dengan gambaran pengkaderan tersebut akan dipersiapkan dalam menghadapi tantangan kedepan baikpun didunia kerja atau masyarakat, secara skill kemampuan berorganisasi yang kuat bahwa saya yakin kader KOPRI kedepan akan menjadi kader yang handal yang bermanfaat bagi kemajuan Indonesia. Adapun pola pengkaderan non formal meliputi Sekolah Islam Gender (SIG), Sekolah Kader Kopri (SKK), Sekolah Kader Kopri Nasional (SKKN), Training advokasi, Pelatihan gender, Pelatihan Kewirausahaan, Workshop kewirausahaan, dan sebagainya.

Posisi KOPRI dalam Gerakan Kesetaraan Gender

Kopri sebagai sebuah organisasi adalah hal yang sangat penting untuk melihat berbagai persoalan dan bagaimana bersikap untuk diterapkan didalam pola keorganisasian. Di dalam sebuah organisasi pergerakan seperti Kopri sebagai wadah perempuan tentu juga membutuhkan sebuah paradigma sebagai pijakan didalam membangun pemikiran dan cara memandang persoalan baik internal maupun eksternal.

Dalam gerakan kesetaraan gender, Kopri lebih memilih gerakan berdasarkan kultural melalui program dan pemberdayaan, khususnya perjuangan bagi perempuan untuk mendapatkan haknya di dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini dibuktikan dengan pengerucutan kinerja dengan melihat lokalitas pergerakan dan dinamika sosial.

Kopri sebagai Komunitas kemahasiswaan berupaya menjadikan dirinya sebagai sentra dan simpul jaringan intelektual dikalangan NU sebagai kaum terpelajar yang berkewajiban mentransformasikan pikiran dan gagasan untuk diimplementasikan dimasyarakat secara gradual dan berkelanjutan. Secara garis besar, corak pemikiran dan gerakan Kopri menitik beratkan pada memperjuangkan keadilan gender dan memberdayakan perempuan.

Di Tulis Oleh : Sahabat Teguh Pati Ajidarma | Pemuda Desa, Santri Bani Rusydi Annawawi dan Kader Muda NU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERIUS PEMILU MAU DI TUNDA?

MENJEMPUT TUGAS MANUSIA ; HAMBA & KHALIFAH